Pages

Monday, April 13, 2020

Jakarta, pukul 4 subuh.

Jakarta, pukul 4 subuh.
Aku masih terjaga di penghujung shift malam kerjaku hari ini.
Rasanya sulit sekali menahan kantuk dan dingin.
Ingin ku terlelap, tapi tak urung aku tidur.

Malam kemarin, kita bertengkar hebat.
Aku yang terlalu rindu denganmu, tak bisa bertemu, walau jarak dapat ditempuh belasan menit saja.
Sakit rasanya setiap kita bertengkar seperti ini.
Sedih.
Kamu tau aku sayang menyayangimu, tapi entah kenapa mungkin rasa sayangku terlalu berlebihan sehingga mungkin kadang kau merasa tercekik olehnya.

Sayang, tolong jangan seperti itu.

Jakarta, pukul 4 subuh.
Kau yg masih terlelap,
aku menyayangimu.

Aku selalu bilang padamu kalau aku selalu jatuh cinta ketika melihatmu sedang tertidur pulas.

Friday, April 10, 2020

Kekasih

Hari demi hari aku lewati.
Kadang sendiri, terasa sepi hingga kesepian itu rasa-rasanya hendak menyergapku dari arah mana saja.
Kemudian aku menangis, entah karena apa. Atau mungkin karena lelah dengan aktivitas Ibu Kota.

Seringkali aku berkeluh kesah kepadamu, Kekasih.
Tentang pekerjaanku, tentang orang-orang di Ibu Kota ini, tentang rasa masakan yang kurang tepat bagi lidahku, hampir tentang segalanya.
Lalu suatu hari kau berkata...
Kalau dirimu tidak akan pernah mengandalkan penghasilanku untuk hidup kita bersama.
Seluruh penghasilanku adalah seluruhnya hak milikku, dan untuk jalan hidup kita berdua adalah sepenuhnya tanggung jawabmu.
Karena sejatinya, sebagai perempuan aku bisa memilih hendak bekerja kantoran / tidak.
Dengan syarat, aku mampu mencari rezeki untuk diriku sendiri, jikalau kekasih kau pergi duluan dipanggil Tuhan.

Tentulah aku menangis terharu, begitu tulus kau berkata demikian.
Kekasihku, pelipur laraku.
Aku harap kamu selalu dalam lindungan Tuhan, aku harap hal-hal baik selalu datang bertubi-tubi kepadamu.

Friday, October 26, 2018

Nothing.


“Reality will break your heart
Survival will not be the hardest part
It’s keeping all your hopes alive
All the rest of you has died
So let it break your heart.”

The lyrics really hit me when I heard it.

I know that all of the people in their life might face all of the hated and unlucky events. And what we gotta do to face it all is just let it be, let pass and let it go. But it’s not as easy as what It sounds.

I’ve been mentally and physically abused by someone. It just, very remarkable to myself of what he did. Until now that I’m still trying and learning how to open up with someone, how to be part of their life, how they’re going to fill my life, again.

It’s so hard.

I’m out of words.

But I accept all of the grief he gave me, all of the wounds he left in my heart. If I don’t accept it, it always haunted me everytime like a ghost. It’s really painful. Even after all these years, everytime I write this, I cry.

I let myself break,
By his words
By his actions
By everything he did to me. I let it break.

You know what it’s like to be a new part of me now? I feel numb.
In several part of my life, I didn’t feel happy or sad anymore If I let someone new came to mylife. I just don’t know why. I don't know how to react anymore. It just hurt so bad.

Monday, October 22, 2018

Limbah Plastik. Musuh atau Kawan?


Gemas, dan masih seperti anak tk harus bertindak apa.

Kecuali dimulai dari diri sendiri, untuk mengurangi penggunaannya.

Malam ini, melepas penat di hari senin, izinkan aku, semesta, untuk sedikit menuliskan keresahan dan kegelisahan yang ada.

Semenjak menjadi seorang mahasiswa, dahulu kala, pikiran ini terbuka karena lingkungan seolah-olah ingin menjodohkanku akan kepahitan dan realita hidup di dunia ini. Salah satu permasalan yang sangat men-trigger diri ini adalah limbah plastik.

Sejauh ini, beberapa penelitian yang coba aku garap dengan tim dan kawan-kawan memang berada di hal seputar pengolahan limbah dan energi terbarukan. Entah kenapa, aku selalu penasaran tentang teknologi pengolahan limbah, yang tak jarang secara vital memanfaatkan beberapa makhluk hidup sebagai pengurai nya (let’s say bakteri-bakteri tertentu). Aku takjub, bahwa dengan perpaduan alam dan otak manusia, permasalahan dapat diatasi. Tak hanya itu, beberapa teknologi lain tanpa melibatkan organisme kecil pun banyak sekali.

Back to topic, plastic waste. Ugh.

Banyak sekali headline, judul artikel, jurnal-jurnal yang membahas limbah plastik yang telah mengotori lautan dan samudera, mempengaruhi rantai makanan makhluk hidup, dan lain-lain. Judul-judul tersebut sangatlah ironis, tanpa diimbangi dengan judul-judul penemuan yang berkaitan dengan pengolahan limbah plastik. It’s so unfair. Seolah-olah bumi ini berada di ambang kehancuran, tanpa ada manusia-manusia yang sangat berjasa yang telah melakukan perubahan demi mengurangi limbah plastic. Internet nowadays is a huge monster for everyone.



Sumber : Website National Geographic Indonesia
Aku pernah bertanya mengenai permasalahan ini dengan salah satu kakak tingkat yang bekerja di industri petrokimia penghasil biji plastik. Aku tanya, memang industri tidak membuat plastik yang ramah lingkungan? (waktu degradasi yang relatif lebih singkat). Beliau menjawab, ‘sudah, tapi ongkos produksi memang lebih mahal, perbedaan rupiah yang sangat sedikit itu impactnya gede banget ke pasar. Pasar akan lebih milih produk yang lebih murah dengan fungsi yang sama’.

It’s so hurtful to hear that.

Membuktikan bahwa, ada manusia-manusia di dunia ini hanya benar-benar ingin menumpang hidup tanpa peduli limbah yang mereka hasilkan setiap hari. Berapa banyak sedotan plastik yang kita gunakan sekali pakai tanpa pikir panjang itu akan berakhir bermuara di lautan tempat kita memperoleh ikan untuk kita makan? Berapa banyak kantong kresek yang kita gunakan sebagai tempat penampungan sampah? Berapa banyak wadah plastik makanan yang kita gunakan sekali pakai agar urusan perut kita terpenuhi?

Sebagai manusia yang menjunjung tinggi realita hidup, fenomena tersebut adalah hal yang nggak dapat dihindari oleh diriku sendiri. Dari situ aku mulai mengolah emosi, menata pikiran, bahwa kecepatan limbah plastik untuk menghancurkan bumi ini bersifat eksponensial, sementara manusia-manusia yang mengurangi penggunaan palstik, kampanye pengurangan limbah plastik, teknologi pengurai limbah plastic, semuanya memiliki kecepatan logaritmik. We have to admit it the way it is.

Kadang mikir juga, ada beberapa teknologi pengurai limbah plastik, seperti jamur dan ulat pengurai limbah plastik, atau plastik bio-degradable yang terbuat dari kulit udang, and so on. Tapi pergerakan itu ngga masif, seolah-olah pemerintah, sebagai pemegang kekuasaan dan pelaksana suatu gerakan, bungkam dan tidak peduli bahwa hal tersebut penting dilaksanakan mulai dari sekarang. Is it me who think this way? That, our government isn’t pay attention much into this case?



Kamu.


Kami sama-sama dua orang remaja menuju dewasa yang acap kali bingung.
Ada rasa yang sulit aku gambarkan, ketika aku bisa bertatap wajah dengan kamu.
Kenapa?
Karena jarak.
Ketika aku diberi Tuhan kesempatan untuk bertemu denganmu, jujur aku bingung harus berkata apa.
Tapi aku pun bersyukur, karena jarak ada, jadi ketika kita bertemu,
pertemuan kita lebih bermakna.
Entah di warung makan pinggir jalan tempat kita makan nasi goreng, pecel ayam,
atau hanya pertemuan singkat di kotamu,
atau di kota ku.

Terima kasih sudah mau pergi bersama, sore itu ke tempat yang sangat ingin aku kunjungi.
Walaupun hujan dan kita berdua hanya pakai jaket jeans kita. Nekat!
Kadang ada beberapa hal di hidup ini untuk dilalui dengan modal nekat,
tapi tetap dengan pikiran yang waras. 

Mungkin kamu bosan, terus mendengar ocehanku untuk keseharianmu di Ibu Kota sana.
Jangan lupa minum air putih, kurangi makan gorengan, dan sebagainya.
Ketahuilah, aku hanya mencoba menaruh rasa sayang yang terpaut jarak...



Kamu ingat malam-malam kita di Bandung, berkeliling menggunakan motorku waktu itu?
Aku ingat kala kita berteduh di warung tempat kamu membeli segelas kopi hangat.
Aku ingat perjalanan yang terasa panjang di dalam kereta menuju kotamu,
pun aku ingat rasa ketika aku harus kembali ke Bandung,
dan pamit darimu di stasiun itu.
Kamu ingat kamu belanja apa saja di supermarket menggunakan voucher sakti-mu itu?
Kamu ingat aku yang rewel ingin makan seafood ketika sesampainya aku di Jakarta?
Kamu ingat betapa aku luar biasa panik ketika pertama kali bertemu keluargamu?


Cepat pulang... 
aku tunggu di Bandung.
Aku ingin terus selalu beriringan denganmu, 
saling mengingatkan
saling membahagiakan
saling menguatkan
saling menertawakan lucunya hidup ini.
Cepat pulang sayang.

Sunday, September 2, 2018

Love, Eveline.


Hello universe!

Been so long I don’t write. Basically, I went to my real-life and spend my time mostly there. You know what? I miss spending all day and night being home. Being dad and mom’s girl. But I’m 21 now, I have to face the world.

I love being outside. Hanging out with friends, doing amazing things and stuffs…. But I love being at home most. Watching Netflix, tv series that I fan girl like crazy. I hate how the government blocked Tumblr. My youth is wasted on Tumblr and I’m so happy about it. Now that I’m unable to escape from my reality. I love seeing the side of the other world via Tumblr. I love being there. If I could possibly turn into a person that live in social media, I would pick tumblr in the first place. I love it most it made me mad.

I’m a graduated college student now. Officially I could call myself as an early engineer. Back to when I was in junior high school, never imagined I will be what I am now. Back when I was truly happy. Universe, I miss my teenagehood. I miss my best friends. I miss that I don’t have to do all these creepy tasks. I miss that all I can worry about is I need another novel to read next.

Taylor Swift’s songs and facebook photos could warm my mind that I have good old days, and this time will pass, this will be alright.

Universe, being an adult is sucks.

I miss when I was 13 years old. But how can I turned back into that time anymore.

Universe, please hold me thight to face the world. Please keep sending me good friends to keep me alive.

Universe, I have to go back to work. Goodbye, see you later.



Love,
Eveline.

Sunday, June 24, 2018

The Girl.


She’s waiting patiently inside that coffee shop where they’ll align to meet. Somehow the girl do the things she almost didn’t do. And she did that for almost hundreads times. How it aches her so bad, she’s completely tolerate that. But she can’t do that and hand him over all her life. It’s way too much risks she couldn’t bare perhaps.

She’s waiting patiently inside that coffee shop where they’ll align to meet. She ordered a rose tea. She like it because it feels relaxing, and sweet-smelling. And finally he came to her. With a dust surround him by 4-pm gold sun-lighting behind his messy hair.

She smiles.

He urge the chair in front of her to sit.

“Hey” he said then smile. That smile, that laugh she miss.

It feels, he mesmerizes her just by the way he is just he is, “Hello!” She smiled back.

It reminds her how time flies, the first time they met without a purpose, just a stranger each other, the way he gently came over her and soon talked about everything. She thought that, this wasn’t right, she knew. But it’s not easy not to fall for him. He’s everything she’s been waiting all this long. A lover and a best friend she knew she needed. But deep inside she knew this isn’t right.

But how she could bare her own feelings for him?

“You still remember my favourite coffee shop in town, how can!” She said.

He laughs, “Of course I do. This coffee shop, and you in it ordered not a coffee but a tea instead. Weirdo.”

She laughs, “You know I love to break a trend.”

Universe know she loves him badly.